Selasa, 23 Maret 2010

kesusastraan makassar

SINRILIK
1.Pengertian Sinrilik
Karya Sastra Makassar cukup memiliki arti dalam kehidupan penutur Bahasa Makassar. Salah satu karya sastra di antara sekian banyak karya satra adalah sinrilik. Sinrilik adalah karya sastra Makassar yang berbentuk prosa yang cara penyampaiannya dilagukan secara berirama baik dengan menggunakan alat musik maupun tanpa alat musik. Hingga saat ini, masih dipelihara dan diminati oleh masyarakat Makassar. Meskipun karya sastra ini masih diminati oleh masyarakat, namun orang yang dapat melagukannya atau membacakannya sudah sangat terbatas. Oleh karena itu, karya satra jenis ini perlu mendapat pembinaan agar tetap lestari.
Sinrilik sebagai salah satu bentuk sastra lisan, sangat terkait dengan hal – hal :1) pencerita dan penceritaan, 2) kesempatan bercerita, 3) tujuan bercerita, 4) hubungan cerita dengan lingkungannya, 5) jenis cerita yang disampaikan, dan 6) pendengar.
Menurut Bantang seorang Pasinrilik harus menguasai beberapa hal, yaitu :
a.Pandai berbahasa Makassar
b.Kaya paruntuk kana
c.Kaya kelong
d.Menguasai dialek bahasa Makassar
e.Menguasai banyak rapang dan pappasang
f.Mampu mengaprsiasikan dan menyatu dengan alam.

Pada acara – acara tertentu, sinrilik dipentaskan oleh seorang seniman, yang selain menguasai sastra sinrilik juga mampu menggesek kesok – kesok (sejenis instrument musik gesek). Orang yang mementaskan sinrilik ini disebut orang pakesok – kesok.


2.Jenis – Jenis Sinrilik
Berdasarkan isi dan cara melagukannya, sinrilik dibagi atas dua macam, yaitu sinrilik pakesok – kesok dan sinrilik bositimurung. Sinrilik pakesok – kesok adalah sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok – kesok (rebab). Isinya melukiskan tentang sejarah perjuangan dan kepahlawanan seorang tokoh. Bunyi kesok – kesok (sejenis alat musik gesek) yang mengiringi pakesok – kesok/pasinrilik (orang yang memainkan kesok – kesok atau melagukan sinrilik) harus selaras dengan lagu dan isi serta suasana cerita yang dibawakan.
Adapun naskah sinrilik yang dapat diiringi dengan kesok – kesok, antara lain : Sinrilik Kappalak Tallumbatua, Sinrilik I Makdik Daeng Rimakka, dll. Sinrilik ini mengisahkan tentang perjuangan dan kepahlawanan di sela percintaan sang tokoh yang ditampilkan dalam cerita itu. Jenis sastra ini sangat menarik apabila dikreasikan menjadi sastra pertunjukan.
Sastra bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa diiringi alat musik kesok – kesok dan biasanya dilantungkan pada tempat yang sunyi di kala orang yang berada di sekelilingnya sedang tidur nyenyak.
Sinrilik bositimurung pada dasarnya berisi hal – hal sebagai berikut.
a.Pujaan yang menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan membandingkan keadaan sekelilingnya.
b.Merindukan kekasih yang menggambarkan kerinduan seorang jejaka terhadap gadis yang dicintainya.
c.Beriba hati yang menggambarkan seorang yang sial atas segala usahanya sehingga menjadi sengsara.
d.Kesedihan yang menggambarkan kesedihan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya (Basang, 1997:72).

Selain itu, sinrilik bositimurung dapat pula dijadikan sebagai pelajaran atau nasihat yang berharga bagi orang yang menyimaknya karena isinya menceritakan tentang ganjaran perbuatan yang baik dan siksaan terhadap perbuatan jelek di akhirat kelak. Sinrilik yang mengisahkan tentang hal – hal seperti ini biasanya dilantungkan pada saat kedukaan atau kematian sehingga dapat pula dijadikan sebagai hiburan bagi orang yang ditinggalkan. Acara tersebut biasa disebut Ammaca Kittak yang pelaksanaannya dilakukan setelah tadarrus Alquran.

3.Contoh Sinrilik
a.Sinrilik Pakesok – kesok
Nampami sulengka rapak, natakbenrong binakbakku kesok – kesokna tampaselaki matangku
“Baru saja ia bersila, terpukullah jantungku, kesok – kesoknya membuatku tak dapat tidur”.
Penampilan dan gesekan kesok – kesok tersebut sangat memikat penonton, sehingga tahan untuk tak tertidur (Sirajuddin Bantang).


b.Sinrilik Bositimurung
Bosi timurung, batu merah pandanganku, dingin menulang jamrud hatiku. Semalam suntuk aku gelisah, aku tidak dapat tidur, mataku tidak pernah terlena. Robek – robeklah selimut yang tidak pernah kubuka memikirkan raut mukamu, menghitung – hitung kebaikanmu. Engkau bagaikan bulan yang tidak pernah tertutup awan. Engkau seperti bintang yang tembus dipandang, berkedip – kedip tidak pernah lepas dari mataku. Engkau tidak pernah lepas dari perhatianku, mutiara kamarku yang selalu menerangi rumahku. Suluh di kegelapan penerangan di tengah malam.
Hatimu baik, tubuhmu langsing jarang menyamainya, tingkahmu bagus, sopan tutur sapanya, si manis darah yang menawan dipandang mata. Sudah kukatakan bahwa walau pattola (gadis pilihan) sudah berkumpul bermain, walau cinde (gadis pilihan) sudah berkumpul di halaman, pilihanku tidak akan berpindah, pusat pandanganku tidak akan bergeser ujian cintaku, memang kepadamulah meraja rasa hatiku. Pada akhirnya dia berkata : bagaikan intan kusayangimu, bagaikan jamrud kurindukanmu, bagai emas kusimpan di dalam hati.

ROYONG

1. Royong

Menurut Matthes Royong adalah sejenis nyanyian untuk anak-anak kecil (bayi) yang masih berumur empat puluh hari. Berdasarkan bunyi pertama dari permulaan royong itu, maka royong ada yang disebut pajjappa daeng atau turinanung, cuwi, dan kurru-kurru jangang yang bermakna bahwa umat manusia selalu melihat ke tempat yang tinggi. Royong biasanya dilantunkan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, terutama pada pesta penyunatan ‘passunnakkang’, perkawinan ‘pakbuntingang’, ataupun pada acara akikah ‘ pattompalang’ (angngalle areng)’ khusus pesta adapt, Royong biasanya diiringi dengan alat musik tradisional, sperti : anak backing (dua anak besi yang dipukulkan), kancing ( dua buah priring tembaga yang diperpukulkan), curiga (rantai-rantai yang diperpukulkan), gong, ganrang, puik-puik, dengkang dan lain-lain.

Jika dibaca atau didengar secara sekilas naskah royong yang ada, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam naskah tersebut sudah banyak yang tidak diketahui artinya, terutama bagi generasi muda karena kata-kata tersebut sudah jarang didengar ataupun dipergunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Namun, apabila naskah itu dibaca atau disimak secara mendalam, maka ternyata Royong tersebut dilantunkan dengan maksud agar orang yang diroyongkan itu mendapat keselamatan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan dalam hidupnya.

Royong sebagai salah satu sastra lisan, cara penyampaiannya hanya dihafal oleh orang tua-tua sehingga apabila tidak diantisipasi sedini mungkin maka naskah ini dikhawatirkan akan punah. Meskipun demikian, naskah ini sudah ada pula yang dapat didokumentasikan, seperti royong appatinro anak, pakkiok sumangak, akbukbuk bunting dan lain-lain.

2. Fungsi Royong
Fungsi royong menurut pandangan masyarakat Makassar pada dasarnya sebagai :
a. Pengantar tidur
b. Pengundang rezzeki dan penolak bala atau penangkal malapetaka
c. Pengesahan suatu adata atau tata cara kebiasaan kelompok masyarakat
Makassar
d. Media pendidikan budi pekerti atau pemahaman norma-norma positif kepada generasi penerus.

Dalam kaitannya dengan strata social masyarakat Makassar, ternyata tidak semua lapisan masyarakat dapat diroyonglan (tena na iyangasenna tau Mangkasarak akkullengaseng nipakroyongan). Orang yang dapat dipakroyongan adalah anak karaeng atau anak bangsawan di daerah itu. Oleh karena itu sastra ini tidak mengalami perkembangan karena orang-orang yang mampu melantunkan royong ini juga sangat terbatas dan semakin berkurang jumlahnya.

3.Contoh Royong
Teks 1
Cui Battumako mae, manribbakkang cilolonnu, bonena gulu battannu, nasikontu manumera, tea makjeknek mata, na matekne pakmaiknu, na mabajikmo nusakring.

Teks 2
Sumanagknu mabellaya rikong, battungaasengmako mae, numbangung tinro, na matekne pakamiknu. I nakke barang kukana Baso, tallasak mangngapa bajik rikong, nulompo todong na nubalasak te’ne rikong.

PAU-PAU
1. Pau-Pau
Pau-pau merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan realitas yang ada dimasyarakat. Pau-pau termasuk jenis prosa dalam sastra Makassar, namun dalam sastra Indonesia dikategorikan sebagai Hikayat, Pau-pau/ hikayat adalah cerita yang berbentuk prosa (Hooykas dalam Baried dkk, 1985:6). Pada masa sekarang ini pau-pau/hikayat diprgunakan dalam arti kisah yang melukiskan celah-celah kehidupan manusia.

Hikayat meliputi berbagai ragam cerita, mulai dari jenis cerita rakyat, epos, dongeng, cerita berbingkai, sampai cerita bersejarah dan kisah perorangan (Fang dalam Baried, 1985 : 6). Jadi, pada prinsipnya pau-pau/ hikayatpun merupakan cerita riman fiktf yang dibaca untuk pelipur lara dan pembangkit semangat juang.

Para sastrawan menjadikan pau-pau/ hikyat sebagai wahan untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam rangka meniru “kemungkinan” tempat sastrawan

DOANGANG

1.Makna dan Fungsi Doangang
Doangang merupakan salah satu jenis puisi lama dalam sastra Makassar yang hamper sama maknanya dengan mantra dalam sastra Indonesia. Kata doangang mengandung makna permohonan, permintaan, atau harapan
Doangang berbda dengan jenis sastra lainnya sebab doangang dianggap memiliki brkah dan mengandung kesaktian atau kekuatan gaib bila diyakini oleh pemakainya. Oleh karena itu, hampir seluruh aktifitas masyarakat pada masa lampau didahului dengan membaca doangang dengan harapan agar mereka selamat di dunia dan akhirat.
Pemakaian doangang harus memperhatikan beberapa persyaratan agar doangang yang dibacanya mendapat berkah dari Allah, yaitu : tidak boleh membanggakan atau menyombongkan diri, doa itu tidak diucapkan pada sembarangan waktu dan tempat, harus yakin bahwa doa yang diucapkan itu mempunyai daya gaib, serta dipakai dengan maksud untuk membela diri atau membantu orang lain.

2.Contoh Doangang
a. Doa saat hendak kekampung orang (merantau)
Punna ia naungko ri butta (saat menginjakkan kaki di tanah)
i kau butta kuonjok wahai tanah yang aku injak
palewangak tallasakku luruskanlah jalan hidupku
erangak mange bawalah aku
ri kaminang mateknea ke tempat yang paling baik

punna akjappamako (saat melangkahkan kaki)
bunga biraeng kukangkang bunga biraeng yang kugenggam
bunga bulang kusoeang bunga bulan yang kuayunkan
bunga ningaia ri lino bunga yang disukai di dunia
i nakke ngaseng pata saya semua yang punya
sabak Allahu Taala karena Allah semata




dibaca saat ada seseorang yang marah pada kita sedangkan kita tidak punya salah kemudian ditatap matanya.
Macang matangku nucinik engkau melihat mataku seperti macan
Puppusuk, surokauko engkau hina dan melarat
Punna i nakke la nusaile jika saya yang engkau lirik
Sabak Allahu Taala karena Allah

Panrampak nassu (peredam amarah)
Limbukbukjintu pakmaiknu perasaanmu itu hanya debu
Bombangjintu nassunu marahmu hanya ombak
Kulappak na kuonjokang akan kulipat dan kuinjak
Tamammoterang sampai tidak kembali

Sollanna nukakbalak (supaya kebal)
I nakke mine anak saya ini
Barambang bet-betea yang mempunyai dada bete-bete
Tonasak batang jambua keras seperti batang jambu
Dongkokku dongko gassa punggungku punggung aluminium
Bungkuleng, bukkuleng takekkek kulitku kulit yang tidak akan robek
Tammamminra bukkulengku dan tidak akan berubah
Barakkak lailaha illallah berkah Allah







KELONG
1.Pengertian dan Ciri – Ciri Kelong
Kelong adalah salah satu jenis sastra Makassar yang berbentuk puisi. Dilihat dari segi bentuknya kelong, terutama kelong tradisional memiliki kemiripan dengan pantun dalam sastra Indonesia, seperti empat baris dalam sebait, memiliki persajakan, serta tidak mempunyai judul.
Adapun cirri – cirri khusus kelong tradisional yaitu :
a)Baris – baris dalam bait kelong merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mndukung sebuah makna
b)Kesatuan suara yang terdapat pada tiap – tiap baris merupakan kesatuan sintaksis yang berupa kata/kelompok kata dengan pola 2/2/1/2
c)Jumlah suku kata pada setiap baris berpola 8/8/5/8

2.Nilai – Nilai dalam Kelong
Nilai merupakan sesuatu yang dihargai atau dihormati atau sesuatu yang ingin dicapai karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga atau bernilai. Maka dalam kelong Makassar ditemukan mengandung beberapa nilai yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Adapun nilai – nilai yang ditemukan dalam kelong Makassar antara lain :
a. Nilai Agama
Boyai ri taenana cari Dia dalam gaib
Assengi ri maniakna yakinkan Dia ada
Tenai antu meskipun tidak tampak
Na maknassa ri niakna tetapi Dia pasti ada

Kuassengi ri maniakna kuyakini keberadaan – Nya
Kuboyai ri taenana kucari Dia dalam gaib
Niasani tetapi, yang kudapati
Kalengku tonji kugappa hanya diriku sendiri

Assenganna karaennu untuk mengenal Tuhan
Pijappuimi kalennu kenalilah dirimu
Kerei mae di manakah gerangan
Pakrimpunganna nyawaku simpul kehidupanku


Kukutaknammi kalengku aku sudah brtanya pada diriku
Kukusissimmi nyawaku dan menyelidiki nyawaku
Battu ri apai dari manakah
Assalak kajariangku asal kejadianku

Karaeng mappakjaria Tuhan yang Maha Pencipta
Nisomba tojeng – tojeng disembah dengan penuh hati
Tena na rua Dia Maha Esa dan
Tena tong sampakjuluna tidak satu pun yang menyamainya

b. Nilai Moral
Ammakku anrong kalengku ibuku ibu kandungku
Anrong tumallassukangku ibu yang melahirkanku
Pakrimpunganna dan tempat mencurahkan
Panngai ta mattappukku segala kasih

Kakdekji na rua lino seandainya dunia ini cukup dua
Kubalukammi sibekre sudah kujual satu buah
Na kupaballi kemudian aku belikan
Ri pakmaik tamamminraya perasaan yang tidak berubah - ubah

Intang tawa kananna ucapannya seperti intan
Jammarrok panggaukanna tingkah lakunya bagaikan zamrut
Bajik ri lino bahagia di dunia
Kanangi bone suruga selamat di akhirat

Nakke teajak ningai aku tidak ingin dicintai
Erokjak nipakrikongang hanya ingin disayangi
Teak nipuji aku tidak ingin dipuji
Erokjak nikamaseang hanya ingin dikasihi

c. Nilai Pendidikan
Manna majai tedonnu meskipun banyak kerbaumu
Mattambung barang – barangmu bertumpuk barang – barangmu
Susajakontu engkau akan susah juga
Punna tna sikolannu jika tidak brpndidikan


ANNGARU
1. Aru
Aru adalah sejenis puisi dalam sastra Makassar. Anngaru adalah semacam ikrar atau ungkapan sumpah setia yang sering disampaikan oleh orang – orang gowa pada masa silam. Aru biasanya diucapkan oleh bawahan kepada atasannya, abdi kepada rajanya, prajurit kepada komandannya, masyarakat kepada pemerintahannya, bahkan raja atau pmrintah trhadap rakyatnya, apa yang diungkapkan dalam aru itu akan dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, baik untuk kepentingan pemerintah pada masa damai maupun pada saat perang.

Aru dapat pula merupakan pendorong atau motivasi untuk mewujudkan apa yang menjadi cita – cita sang raja atau pemerintah dalam membangun kerajaan atau negerinya. Oleh karena itu, setiap raja atau pemerintah atau pejabat yang baru dilantik trlebih dahulu mengucapkan aru atau sumpah setia di depan rajanya atau rakyatnya bahwa ia akan bekerja bersungguh – sungguh dalam melaksanakan tugas – tugasnya.

Aru dapat pula menjadi pembakar semangat juang para prajurit; menimbulkan semangat patriotik dikalangan prajurit untuk melawan musuh, aru yang diucapkan oleh prajurit disebut aru tubarania (aru pemberani). Selain itu, aru dapat pula digunakan dalam berbagai hal, antara lain : upacara adat atau penyambutan tamu agung. Aru yang diucapkan papa upacara tersebut selain menghitung nilai magis dan relegius juga mengingatkan kita bagaimana pentingnya kegunaan aru pada masa lampau.

1.Contoh Aru
Aruna Tubarania ri Gowa Aru
Sombangku, napammopporangmamak Sombangku, aku mohon ampun beribu ampun
Jaidudu sombangku ! Di hadapan yang mulia
Ri dallekang lakbirikta Di atas tahta nan tinggi
Ri empoang matinggita Di sisi keratuannya
Ri sakri karantuanta Aku bersungguh-sungguh mengucapkan ini karaeng
Satuli – tuli kanangku Karaeng Karena aku sungguh mencintai karaeng
Panngainna laherekku Lahir dan
Pappatojenna batengku Batin
Berangjak kunipatekbak Aku laksana parang yang siap diletakkan
Pangkuluk kunisoeang kapak yang siap diayunkan
I katte anging karaeng karaeng laksana angin
Na i kambe lekok kayu dan kami daun kayu
I katte jeknek karaeng karaeng laksana air
Na i kambe batang nammanyuk dan kami batang yang hanyut
I katte jarung karaeng karaeng laksana jarum
Na i kambe bannang panjaik sedang kami kelindannya
Irikko anging berhembuslah wahai angin
Na marunang lekok kayu supaya daun kayu berguguran
Solongko jeknek mengalirlah wahai air
Na mammanyuk batang kayu supaya hanyut batang kayu
Takleko jarung lalulah jarung
Namminawang bannang panjaik supaya kelindan mengikutimu
Makkanamamaki mae bertitalah wahai raja
Na i kambe manggaukang nanti kami yang melaksanakannya
Mannyakbuk mamaki mae utarakanlah keinginannya
Na i kambe makpakjari nanti kami yang akan membuktikannya
Punna sallang takammaya seandainya terbukti aku mengingkari
Aruku ri dallekanta janji yang kuikrarkan dihadapan raja ini
Pangka jerakku maka palanglah kuburku
Tinraki bate onjokku pasaklalah jejakku
Pinra arengku gantilah namaku
Piassalak jari-jariku kutuklah keturunanku
Pauwanngi ri anak roboko wasiatkan kepada generasi mendatang
Pasangi ri anak tanjari amanatkan kepada anak yang belum lahir
Tumakkanaya tentang orang yang hanya mampu berkata
Na taena nappakrupa namun tidak dapat membuktikannya
Sikammajinne aruku ri dallekanta Karaeng demikianlah aru saya dihadapan Baginda Dasi na dasi na nitarima paknganroku semoga permohonanku dikabulkan
Karana Allah karena Allah

daftar pustaka:
Daeng, Kembong. 2008. Bahasa Siagang Susasetera Mangkasarak 3. Jakarta : PT Bumi Aksara
Daeng, Kembong. 2005. Pappilajarang Basa Mangkasarak, jilid 1, 2, 3 (edisi 1). Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar